Gempa Bumi Lombok, Pertanda Allah Sayang Sama Kita
Sepekan sudah Lombok ditimpa musibah gempa bumi yang memakan
korban jiwa serta harta dan bangunan. Ratusan orang meninggal dunia dan
luka-luka, sekolah diliburkan, fasilitas listrik dan air terhambat. Sepekan
sudah, Lombok menjadi trending topic worldwide dan menjadi sorotan dunia.
Berbagai macam bantuan mengalir tanpa henti. Posko-posko pengungsian berdiri
dimana-mana. Suara ambulan dan helikopter terdengar 24 jam. Lantunan ayat suci
Al-quran terdengar silih berganti. Kami terpuruk, menangis, kehilangan.
5 Agustus, 2018 kemarin menjadi hari yang mencekam bagi kami di
sini. Malam itu, saya sedang berada di halaman PKM Kampus Universitas Mataram,
tepat saat kami kembali diguncang dengan gempa berkekuatan lebih besar dari
minggu yang lalu, 7,0 SR. Kami keluar berhamburan. Gempa yang cukup lama dengan
kekuatan yang begitu besarnya membuat kami lompat dari posisi awal sembari
mengucap istigfar dan takbir. Di saat gempa masih terasa, di sudut lain kampus
terdengar suara gemuruh seperti runtuhan bangunan. Seseorang lalu berteriak,
gedung kampus FKIP roboh. Lampu ikut padam, suasana gelap dan mencekam.
Kami semakin panik, gempa susulan datang diikuti dengan info
berpotensi tsunami. Astagfirullah, kami beristigfar, saya bersama dengan
mahasiswa unram lainnya sibuk menghubungi keluarga di rumah. Saya kepikiran
dengan ibu dan kedua adik saya di Ampenan, yang merupakan daerah dekat pantai.
Dengan info berpotensi Tsunami yang menghebohkan kami, saya beranjak ingin
segera pulang untuk menemui keluarga. Namun, mereka menghubungi dan menyuruh
saya untuk tetap diam disana, karena mereka juga akan segera pergi mengungsi
dengan tetangga.
Jalanan malam itu berubah menjadi lautan manusia dan kendaraan.
Semua menuju arah timur dan ingin segera pergi menuju tempat yang lebih tinggi.
Saya bersama yang lain sigap menuju kerumunan. Namun, kami lupa jika
teman-teman yang lain masih berada di sengigi. Alhasil kami menunggu mereka
sebelum mengambil langkah selanjutnya.
Setelah mereka datang dengan 3 tamu yang berasal dari Surabaya,
kami pergi menuju Taman Sangkareang. Disana suasana semakin mencekam. Satu hal
yang saya pelajari, saat kita berada di tengah kerumunan masa yang sama-sama
panik, kita akan ikut panik dan tidak bisa berpikir jernih selain mengikuti apa
tindakan masa.
Salah satu senior saya, terlihat mengambil tempat untuk duduk di
trotoar taman dan membuka nasi bungkus dan kerupuk. Dengan kocak, ia menyuruh
kita untuk makan dulu, nanti gak ada orang yang jualan nasi selama seminggu,
katanya dengan tampang santai. Padahal saat itu gempa susulan kembali terasa
dengan cukup kuat.
Kami yang mulanya tak bernapsu makan, mendengar tangisan
orang-orang disekitar, menjadi lahap seketika setelah merasakan suapan pertama.
Ternyata kita laper juga hehee.
Kami diam cukup lama di sana, menunggu intruksi selanjutnya
setelah info potensi tsunami yang membuat kami sangat takut dan panik luar
biasa. Anak-anak digendong ibunya dengan sarung, membawa tikar dan tas ransel
bersiap untuk mengungsi. Kami tidak tahu harus berbuat apa. 5 orang anak kampus
yang terpisah dengan keluarga, dan 3 tamu dari Surabaya yang pertama kali
merasakan guncangan gempa, duduk melingkar saling menenangkan.
Saya cewek satu-satunya dan paling panik, mengingat keluarga yang
belum mengangkat telpon lagi. Untung saja ada mereka senior-senior saya yang
tabah menenangkan untuk terus berpikiran positif, dan tentunya Allah swt yang
menguatkan saya jika setiap kondisi dan keadaan merupakan kuasaNya.
Setelah bingung cukup lama terombang-ambing dengan berita yang
bermunculan, mobil polisi kemudian lewat dengan sirine nya mengintruksikan jika
bahaya potensi tsunami telah berakhir dan masyarakat dihimbau untuk tetap
waspada gempa susulan dan tidak panik, apalagi gampang termakan issu yang
memprovokatif.
Alhamdulillah, Allah masih melindungi pulau seribu masjid ini.
Saya kembali menghubungi keluarga untuk menanyakan posisi mereka. Alhamdulillah
mereka juga sedang berada di rumah tetangga dan belum berani balik kerumah,
takut gempa susulan. Begitu juga dengan saya dan teman-teman kampus yang lain.
Kami memilih untuk tidur di lapangan bola kampus bersama-sama untuk menghindari
hal-hal yang tidak diinginkan. Tidak peduli rasa dingin malam itu, kami tidur
beralaskan karpet dan selimut seadanya. Dalam tidur pun, kami masih di guncang
gempa susulan sesekali.
Dalam catatan BMKG, telah terjadi gempa susulan dengan skala kecil
sebanyak lebih dari 200 kali. Sudah seminggu kami diguncang dengan gempa bumi
yang meruntuhkan bangunan hingga rata dengan tanah. Sudah seminggu kami hidup
seperti di kapal Fery. Jika ini teguran dari Allah swt, kenapa kita tidak
segera sadar dan bertaubat?
Belum lagi musibah kemalingan karena pemilik rumah yang
meninggalkan rumahnya untuk mengungsi, dan kebakaran hebat yang baru-baru ini
melanda salah satu pasar tradisional di daerah Praya, Lombok Tengah. Rasanya
musibah datang bertubi-tubi dalam waktu yang berdekatan. Kami hampir pasrah,
namun dalam surat Al baqarah ayat 286 Allah swt berfirman yang artinya:
Allah tidak
membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya. Ia mendapat pahala
(dari kebajikan) yang diusahakannya dan ia mendapat siksa (dari kejahatan) yang
dikerjakannya. (Mereka berdoa): "Ya Tuhan kami, janganlah Engkau hukum
kami jika kami lupa atau kami tersalah. Ya Tuhan kami, janganlah Engkau
bebankan kepada kami beban yang berat sebagaimana Engkau bebankan kepada
orang-orang sebelum kami. Ya Tuhan kami, janganlah Engkau pikulkan kepada kami
apa yang tak sanggup kami memikulnya. Beri maaflah kami; ampunilah kami; dan
rahmatilah kami. Engkaulah Penolong kami, maka tolonglah kami terhadap kaum
yang kafir".
Serahkan lah semua masalah kepada sang pencipta. Katakanlah kepada
masalah jika aku memiliki Allah yang Maha besar. Jangan bersedih, karena
setelah kesulitan tentu ada kemudahan. Sebagaimana Sabda Rasulullah saw.
Besarnya
pahala sesuai dengan besarnya ujian dan cobaan. Sesungguhnya Allah ‘Azza wa
jalla bila menyenangi suatu kaum Allah menguji mereka. Barangsiapa bersabar
maka baginya manfaat kesabarannya dan barangsiapa murka maka baginya murka
Allah. ( HR. Tirmidzi).
Jadikanlah musibah saat ini menjadi pelajaran dan teguran, jika
Allah ingin kita menjadi hambaNya yang taat pada syariat agama. Allah ingin
kita kembali untuk mengingatNya. Tidak menduakanNya dengan apapun. Apalagi
dengan urusan dunia yang hanya sementara ini.
Allah maha membolak-balikkan keadaan. Segala sesuatu terjadi atas
kehendakNya. Sekarang kita ditimpa musibah, namun akan selalu ada hikmah
dibalik suatu kejadian. Teruslah berserah diri pada Allah, saya pun penuh
dengan dosa. Namun dengan segenap usaha, saya ingin berbagi tulisan ini agar
dapat sedikit mengingatkan diri saya sendiri dan semua yang membaca. Dengan
menulis, saya juga menegur diri sendiri dan berusaha untuk terus
memperbaiki diri.
Saat kita menangis, bersedih, dan kehilangan, Allah tau semuanya,
Allah tau bahkan sesuatu yang ada di dalam hati paling dalam. Namun jangan
berlarut, dan terus lah saling mengingatkan jika Allah memiliki rencana
terindah dan akan memberikan kebahagiaan yang tidak pernah kita kira.
Allah akan mengubah tangisan ini dengan senyuman paling manis dan
rasa bahagia di kemudian hari, Allah akan mengganti harta benda di dunia yang
hanya sementara dengan tempat terbaik di syurga yang abadi.
Teruntuk saudara-saudaraku sepulau dan setanah air, kita memang
sedang terpuruk. Tetaplah kuat menghadapi bencana ini. Pulau Lombok nan indah
akan kembali dengan lantunan ayat-ayat Al-quran sesuai dengan julukan pulau
ini, pulau 1000 masjid. Anak-anak akan kembali bermain riang gembira, dan
ketika magrib tiba mereka akan memasuki rumah dan bersiap untuk menuju masjid
dengan juz amma dan iqra di tangan mereka.
Laa tahzan
innallaha ma’aana, (jangan bersedih sesungguhnya Allah bersama kita)