Remember December
“Harapan
adalah seperti jalan di daerah pedalaman, pada awalnya tidak ada jalan setapak
semacam itu, namun sesudah banyak orang berjalan di atasnya, jalan itu
tercipta.” Lu Xun, penulis dan cerpenis asal Tiongkok.
Sore
hari di bulan Desember menjadi sore ter basah. Desember mengerti bagaimana menciptakan
suasana dengan deraian hujannya. Di ujung tahun, Ia telah membuat seluruh
memori terlintas tanpa batas. Desember pula yang berhasil membuat setiap yang
bernyawa kembali mengingat sang pencipta. Benar, Desember. Kau sungguh membuat
saya mengingat segalanya.
Sore
itu, hujan baru saja selesai. Di saat seperti ini, tidak ada yang lebih menenangkan
dari pemandangan guguran bunga-bunga Pohon Angsana. Bentuk kelopaknya serupa lonceng
kecil yang berhamburan. Kelopak kuningnya terurai jatuh mengisi ruang jalan
hingga warna aspalnya tidak lagi terlihat. Momen ini hanya terjadi di kala angin
bertiup kencang dan hujan lebih sering turun. Desember tidak hanya menyuguhkan
pemandangan indah bunga-bunga Pohon Angsana. Ia juga menarik setiap orang kembali
pada masa-masa kecil, seperti asik bermain hujan hingga tangan keriput.
Sebuah
obrolan hangat bulan Desember juga membuat degup jantung berdetak tidak normal.
Terkadang, kamu memberinya sedikit gurauan agar tidak begitu hambar. Namun, tiba-tiba,
gurauan itu berubah menjadi pertengkaran mulut. Untunglah, hujan kembali turun
cukup deras, sehingga obrolan berakhir dengan keheningan panjang. Tidak lama
kemudian, salah satu diantaranya memilih pergi, dan satunya memilih diam memandangi
punggung yang menghilang di ujung pintu.
Ada
banyak ingatan yang terlintas di Bulan Desember. Ia telah memberi gambaran
dengan jelas bagaimana obrolan kami kala itu berujung. Lebih dahsyatnya,
Desember melengkapinya dengan kata-kata. Tidak banyak kata-kata yang ia bawa
dalam memori. Hanya beberapa kata-kata sederhana yang mampu bertahan dalam
ingatan.
Desember
masih menanti, ia masih ada 20 hari lagi. Saya harap kamu mengerti.
Photo by Kaique Rocha from Pexels