September di Awal Oktober




September baru saja berlalu, ini saatnya membangunkan mereka yang selalu bilang -Wake me up when September ends-. Bangun woi, bangun. Dan ini juga waktunya membangunkan saya yang sudah lama ga pernah nulis. Kemarin, temen di sebelah sempat menegur. Dia bilang, loh kok kamu ga pernah nulis lagi. Wah, terharu jadinya, ternyata ada juga yang menunggu tulisan ga jelas ini, hehe.. Terimakasih lo kamu. Terimakasih.. 

Kalau diingat-diingat tulisan terakhir saya berada di bulan Juli kemarin, itu artinya saya sudah mangkir dua bulan tidak menulis. Maafkan saya yang lalai ini yaa.. Tapi, tenang. Ada Banyak hal yang ingin saya ceritakan. Banyak sekali. Salah satunya yaitu pengalaman KKN atau kuliah kerja nyata yang sudah terlewat satu bulan yang lalu. 

Akhirnya, saya berhasil melewati satu fase yang sering dinanti-nantikan oleh para mahasiswa. Alhamdulillah yaa.. Walaupun nilai akhirnya belum juga keluar dan masih terus menjadi tanda tanya. Persis seperti hubungan kita. Eh, iya ga sih? 

Di tulisan saya sebelumnya saya sempat mengatakan, jika KKN menjadi ajang kita untuk menunjukkan jati diri sebagai mahasiswa seutuhnya. Nyatanya, KKN tidak se-sederhana itu kawan-kawan. Banyak kisah dan lika-liku yang saya rasakan sampai akhirnya berhasil melewati masa 45 hari tersebut dan pulang dengan selamat. 

Jika bercerita pengalaman selama ber-KKN, setiap individu memiliki kisahnya masing-masing. KKN bisa menjadi hal yang menyenangkan atau bahkan menyengsarakan. Saya pun begitu. 

Ada berbagai tingkatan emosi yang saya rasakan selama berada di lokasi. Hal ini tentu disebabkan oleh banyak faktor. Mulai dari lokasi yang tidak sesuai ekspetasi, teman-teman kelompok yang belum saling mengenal, masyarakat yang memiliki berbagai macam karakter, bahkan hati yang sempat asal diberi. Wah, berat sih ini. 

Di minggu-minggu pertama, hubungan pertemanan kami belum bisa benar-benar terbaca. Semua terlihat baik-baik saja. Rapat tepat waktu, tidur teratur, jadwal makan berjalan lancar, dan obrolan kami sebatas hai, iya, oke, bagaimana proker hari ini. Semangat ya. 

Bagi saya, 45 hari bukanlah waktu yang sebentar. Ketika mulai memasuki pertengahan minggu, konflik mulai bermunculan satu per satu. Disinilah waktu terbaik untuk mulai menghitung mundur hari menuju pelepasan. Rasanya sudah tidak sabar ingin pulang, pulang dan pulang. Memang dasarnya setiap manusia memiliki sifat dan karakter yang berbeda ya. 

Begitu juga dengan kami. Akibat tidak mampu memahami sifat masing-masing, banyak kejadian yang sering menimbulkan suasana menjadi tidak nyaman. 

Di minggu ini, jadwal makan masih teratur, proker berjalan dengan lancar, tapi waktu tidur mulai ga beraturan karena program kerja yang semakin padat dan menguras tenaga. Obrolan kami sudah mulai terbuka. Satu sama lain sudah mampu menunjukkan kepiawaiannya dalam berteman bahkan menciptakan “sebuah lingkaran tidak sehat”. 

Dan sampai di sini, saya masih saja merasa ingin pulang. 

Tidak mau terus-terusan merasa ingin pulang, saya mulai memanfaatkan masa-masa KKN ini untuk mencari relasi dan keluarga baru sebanyak-banyaknya. Dan beruntungnya, saya bertemu dengan Pak Mandra dan istri. Mereka sangat cepat menerima orang baru, apalagi ketika mereka mengetahui saya sedang ber-kkn di desa mereka. 

Bertemu dengan Pak Mandra dan keluarganya merupakan sebuah anugrah. Ketika saya suntuk dan tidak tahu harus mengerjakan apa di posko, rumah mereka menjadi pelarian saya. Berada di sana, seperti sedang berada di rumah sendiri. Nyaman. 

Pak Mandra merupakan guru olahraga yang menyukai seni musik. Setiap ke rumahnya, Pak Mandra selalu bercerita bagaimana dia dan kelompok musik tradisionalnya sering dipanggil untuk bermain di acara-acara besar di KLU. Namun, seiring berjalannya waktu pesona musik mereka mulai dilupakan. Tetapi hal tersebut tidak membuat Pak Mandra berhenti bermain musik. Pak Mandra sendiri mampu memainkan gitar, biola, gendang dan suling. 

Selama kita berpikiran positif, hal-hal baik akan berdatangan dengan sendirinya. Setelah bertemu Pak Mandra, saya juga bertemu dengan teman-teman Pawang Rinjani. Ketika itu, saya dan ketua disarankan untuk mencari bibit di rumah seorang Pawang Rinjani. Rumahnya ga jauh dari posko, persis berada di pinggir jalan. Awalnya saya tidak menemukan ada tanda-tanda kehidupan, hanya ada rumput liar setinggi manusia, pagar bambu dan ucapan selamat datang sebelum saya masuk jauh lebih dalam. 

Setelah berada di sana, fix lokasi ini menjadi salah satu tempat yang membuat saya jatuh cinta dan ingin berlama-lama. Lokasi ini merupakan rumah Bang Pram. Dia adalah seorang pecinta alam yang tergabung dalam organisasi pecinta alam tertua di Indonesia, Wanadri. 

Wanadri merupakan perhimpunan penempuh rimba dan pendaki gunung yang berdiri sejak 16 Mei 1968 di Bandung. Sebagai organisasi pecinta alam tertua di Indonesia, Wanadri telah melakukan berbagai kegiatan pendakian serta penjelajahan gunung, hutan, sungai, lautan dan angkasa, baik di dalam maupun di luar negeri. Wanadri juga aktif dalam berbagai kegiatan SAR dan sosial untuk pertolongan korban kecelakaan atau bencana alam. 

Bang Pram juga merupakan salah satu anggota Pawang Rinjani. Bersama teman-teman Pawang Rinjaninya, Bang Pram telah melakukan penanaman dua juta bibit pohon di tahun 2017. Dua juta loh. Dua jutaa pohon. Wah, luar biasa sih ini. 

Bang Pram tinggal dan tidur disini, di rumah sederhana dengan lahan yang sangat luas serta penuh pepohonan di sepanjang mata memandang. Suka banget liatnya, bersyukur banget sudah tahu tempat ini ada di KLU. 

Kebetulan di lokasi juga sempat berkenalan dengan mba Ida dan suami, mereka tergabung dalam Rumah Indonesia yang merupakan komunitas baca di Tanjung. Ada juga mba Ika, yang mempunyai buku berjudul jejak perempuan pembawa perubahan. Mereka adalah orang-orang hebat yang tidak sengaja saya temui ketika saya terus mencoba berdamai dengan keadaan. 

Belum lagi saat disajikan teh daun mint dan ngemil buah asem di rumah Uncle. Uncle bercerita kalau dia juga suka menanam. Keliatan si, dari rumahnya yang penuh bunga, dan berbagai jenis tanaman, mulai dari pohon asem, mint, kelor, kelapa, beringin dan masih banyak lagi deh. Suasana rumahnya asri banget. Dia juga punya dua angsa di belakang rumah dan pohon jeruk bali. 

Selain itu, tidak perlu diragukan lagi jika KLU memiliki pemandangan matahari terbenam yang sungguh indah. Setelah menyelesaikan program kerja, kita sesekali mampir ke pantai untuk sekedar melepas penat dan menyaksikan salah satu peristiwa menakjubkan hadir di setiap malam ingin datang. 

Hitung-hitung hal ini juga dapat mempererat hubungan pertemanan dan kekeluargaan, terlebih ketika ada yang mulai saling menaruh hati dan perhatian. Rasanya waktu berjalan begitu cepat. 

September memang sudah berlalu, tapi dia akan kembali dengan kisahnya yang berbeda. September akan datang lagi, dia akan datang memeluk siapa saja yang menerimanya dengan sepenuh hati. Ia ingin menjadi tujuan bukan selingan. Dan, di saat September datang lagi, ia harap kamu sudah tahu harus bagaimana.

 -Lokasi Bang Pram di KLU

Komentar

Postingan Populer