Biru Laut Bulukumba
Berhadapan langsung dengan lautan lepas membawaku pada bayang-bayang masa kecilku. Aku masih bisa mendengar suara-suara halus ibuku terbawa angin, juga melihat sekelebat wajahnya yang cemas ketika aku nekat menyentuh air laut. Ia selalu mengkhawatirkanku. Mungkin, itulah mengapa rasanya begitu campur aduk berada disini. Kepergiannya tidak pernah membuatku merasa baik-baik saja.
Pantai Bara berpasir putih, pasirnya halus sekali. Kamu seperti tidak akan dapat merasakan teksturnya. Aku melepas alas kakiku, menenggelamkannya di dalam pasirnya yang halus, sesekali ombak menerpa kakiku, rasanya hangat. Tiga kawanku yang lain sudah tampak jauh di tengah pantai, mereka berenang dengan gembira, sementara dua lainnya sibuk memotret aksi mereka dengan drone. Aku memilih ikut berenang, namun tidak terlalu jauh dari pinggir pantai, karena aku tidak pandai berenang, dan tidak ada orang didekatku yang bisa ku mintai pertolongan. Dalam luasnya lautan ini, lagi-lagi aku mengingat masa-masa itu, dimana ibuku selalu membujukku untuk berani pada laut, atau tidak cepat panik ketika kakiku sudah tidak menjangkau dan merasakan pijakan, sehingga badanku seperti ingin tenggelam.
Menikmati sore di Pantai Bara, Bulukumba menjadi pengalaman perdana. Realitas hidup membuatku terkadang lelah. Namun, semua harus tetap berjalan.
Komentar
Posting Komentar